Sunday, September 26, 2010

Champagne Girl (Part 3)

Hampir jam makan siang. Aku berbisik-bisik dengan Lauren yang duduk di hadapanku. “We need to talk. There’s something weird. And it will be me and you only this time, okay?” Kami makan siang dan bercakap-cakap seputar satu topik, Chris. Of course, who else?!

Are you tired of taking me home, Lau?”

What? No, of course not.” Lauren tertawa. Dia pikir aku lagi bercanda ya.

“Terus kenapa setiap hari harus Chris yang ada di sana?!” Lauren masih tertawa lagi dan kali ini lebih kencang. ”Hah! I know it was you!” Aku menendang kaki Lauren di bawah meja makan. Kali ini dia memaksakan diri untuk berhenti tertawa.

Sorry, honey. It’s just Chris’s request.”

“Yeah, but why?! Kenapa dia harus melakukan hal seperti itu sama aku? Kenapa dia nggak berhenti ngejar aku? And now picking me up everyday? It’s just too much, Lau.”

“He likes you. Simple.” Lauren tersenyum dan kali ini lebih serius. “Carly, aku kenal Chris sangat baik. He’s a good guy. You’ll like him too.”

“I like him. But hell no I will love him. He’s way younger than me!”

Lauren tertawa lagi. “Tapi kelakuannya gentle banget kan, admit it. Paling nggak dia tidak kekanak-kanakan sedikitpun dan sangat bertanggung jawab.”

“Tapi aku nggak bisa berhubungan sama orang yang berhubungan dekat sama Andrew. Nggak mungkin aku menampakkan diri di hadapannya.”

Oh, forget it. He never talked about it. Maybe he didn’t remember anything.”

“I wish.”

“I’m serious. I tell you, selama ini semuanya adalah permintaan Chris. Dia memohon sama aku untuk ngasih tahu detail tentang kamu, Carl. Aku nggak bisa nolak. Yeah, I’m helping him to get you.”

“Sinting.”

“Pertimbangin lah, Carl. Gak ada yang salah dengan umurnya. Cuma beda dua tahun juga kan sama kamu. Not a big deal lah.”

Aku keluar ke pintu utama. Kosong. Tidak ada seringaian wajah Chris yang menungguku. Tidak pernah terjadi sebelumnya dan dia juga tidak mengabariku apapun. No calls, no BBM. Aku mengetik pesan singkat untuknya tapi tidak ada tanda pesan itu terbaca. Lauren menawarkan diri mengantarku pulang, tapi aku menolaknya.

“Chris, hallo?”

“Uhm, hei, Carly.” Chris menggumam di seberang telepon. Suaranya tidak jelas.

“Chris, you hear me? Where are you?”

“Aku di rumah, Carly. I just had a lil’ accident.”

“What?! Are you okay?”

“Yeah, uhm i mean, i’m sleepy. Pengaruh obat bius tadi. Jadi aku ketiduran setelah pulang dari rumah sakit.” Chris terdiam. Aku juga terdiam. “Oh, crap!” Chris memekik. “I forgot to pick you! Carly, sorry.” Nadanya memohon.

Shut up, Chris! Think about yourself! I can ride a taxi! Idiot!” Aku marah dan menutup telepon. Tunggu, kenapa aku harus marah?

Aku mencegat taksi dan berjalan menuju apartemen. Tiba-tiba aku mengkhawatirkan keadaan Chris. Aneh, tapi aku cemas dengan kondisinya sekarang. Tanpa pikir panjang aku menyuruh taksi itu memutar arah ke apartemen Chris. Cukup jauh dari apartemenku. Semoga aku tidak bertemu Andrew.

Aku menekan bel di depan pintu kamar apartemen Chris. Cukup lama sampai akhirnya Chris membuka pintu. Tangan kirinya digips. Beberapa luka di dahi dan kakinya. Aku agak kaget melihat keadaannya. Ternyata cukup parah walaupun masih bisa berjalan.

“Carly?” Chris sama kagetnya melihatku. Kami saling menatap, “Masuklah” lanjutnya.

You okay?” Chris mengangguk. Dalam sekejap aku langsung memeluknya.

“Sorry, aku nggak bisa jemput kamu.”

Aku melepaskan pelukanku dan mulai meracau, “You idiot! Look at your condition! Kenapa yang kamu pikirin malah jemput aku sih?!” teriakku setengah marah.

Kali ini dia yang meraihku dan memelukku. “Aku nggak apa-apa. I’m good.” katanya sambil membelai-belai kepalaku. Aku memeluknya semakin erat. “Uhm, Carly, tanganku...”

Aku melepaskannya, “Ooops, sorry...” Kami pun tertawa bersama.

“Kamu butuh makan, Chris. Ada sesuatu disini atau kamu mau delivery?” tanyaku sambil membuka lemari-lemari di dapur.

“Cuma ada mie instan sama telur. Bikinin buat aku yah?”

Aku menghela nafas dan tersenyum kecil. “Oke, tapi bikinnya tiga bungkus yah? Buat berdua.” kataku meringis. Aku kelaparan juga.

Chris tertawa terbahak-bahak. “Everything, Carly. Aku suka selera makanmu.

Jadi Chris mengalami kecelakaan waktu mau berangkat ke kampus. Ngebut dengan motor balapnya, sungguh cerdas. Kepala agak terbentur, tangan kiri retak, dan kaki penuh luka. Kami menghabiskan malam itu dengan berbincang-bincang. Percakapan ringan namun cerdas.

“Chris, udah malam. Aku harus balik.”

No, aku nggak akan membiarkan kamu pulang sendiri. Tunggu Andrew bentar lagi pulang, biar dia nganterin kamu.”

Aku terkejut. “Nggak bisa, aku harus pulang sekarang. Bye, Chris.” Aku meluncur keluar dari apartemen itu. Aku tidak bisa membayangkan bila aku harus bertemu Andrew. Aku mencari cara supaya aku tidak bertemu Andrew. Aku menjauhi pintu utama masuk ke kawasan apartemen. Berjalan sejauh mungkin sampai akhirnya menemukan taksi. Aku pulang, kelelahan. Lelah karena pikiran. Pikiran pertemuan dengan Andrew kembali.

Ponselku berbunyi singkat, nada BBM. Pesan dari Chris.

Thanks for today :)

Kubalas pesan singkat itu.

Your welcome. Take care. Dont forget to take your medicines.

BBm kembali berbunyi.

Yes, ma’am. Hati-hati Carly. Good night. I’m full with your noodles and ...

And??? Aku membalas pesan itu, singkat.

Your presence.

Aku tidak membalas pesan itu lagi. Tapi seharusnya Chris tahu kalau aku sudah membaca balasannya. Sepertinya aku sudah melakukan hal di luar kendali dengan datang ke apartemennya, dan memeluknya. Dua kali! Tunggu, sekali, yang kedua itu kan dia yang memelukku! Dasar Chris, mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Bel pintu apartemenku berbunyi. Berkali-kali. Kubuka pintu dan kulihat Chris berdiri di ambang pintu. Tampan dengan setelan jasnya.

I told you to come at 11, dude.”

“Yeah, but I don’t wanna be late. And I just can’t wait to see you.” Chris menjawab ringan, sambil tersenyum.

“Diam di sini dan biarkan aku bersiap-siap. Make yourself like home.”

Jadi kali ini aku mengenakan gaun berwarna cream yang jatuh di atas lutut, dengan potongan dada agak rendah, dan sentuhan perhiasan di atasnya. Cantik. Kubiarkan rambut panjangku terurai lurus. Kukenakan makeup tipis dan lipstick berwarna nude.

I’m ready. Let’s go!”

Chris terpana menatapku. “Wow, beautiful, as usual.”

Kami tiba di Quarkey Restaurant, tempat acara pertunangan ini diadakan. Tidak terlalu banyak tamu, sepertinya memang hanya dikhususkan bagi keluarga dan teman-teman dekat. Aku memeluk Lauren dan mengecup pipinya. Kemudian Ron, memeluknya. Kemudian di sebelah Ron kulihat ada Andrew. Aku kaget, begitu pula dirinya. Andrew sendiri. Tidak ada Ally di sekitarnya. Kulihat berkeliling dan tidak ada Ally dimanapun. Andrew tampak menggoda, seperti biasa. Setelan jas rapinya tetap menempel pada badan tegapnya, pria yang sempurna.

“Carl, aku ambilin minum yah?” suara Chris membuyarkan seluruh lamunanku.

Kualihkan tatapan dari wajah Andrew. Sepertinya semua orang sadar bahwa aku dan Andrew saling bertatapan tanpa suara, lama. Akhirnya setelah dapat menguasai diri, aku pergi ke tempat minuman bersama Chris.

“Udah berapa lama kamu nggak ketemu Andrew?” tanya Chris memulai pembicaraan.

“Lama, sejak aku keluar dari Maxcom.”

“Kenapa kamu selalu menghindar dari Andrew sih?”

You know Chris, i don’t want to talk about it now.”

Aku melihat Andrew berjalan ke arah kami, masih sendiri. Aku meyakinkan diri untuk tidak tampak bodoh di hadapannya. Dan tidak salah bicara.

“Carly, you look great.”

“Thanks. You too, Andrew. Uhm, maksudku Pak.”

Andrew tertawa. Masih dengan senyumnya yang super memikat itu. Dan setiap kali kulihat bibirnya, yang kuingat adalah seluruh kejadian memalukan di malam itu. “Jangan panggil Pak. I’m not your boss anymore.”

Aku tersenyum. Berarti aku boleh menjalin hubungan dengannya dong, secara dia bukan lagi bosku. Ah, pikiran bodoh apa lagi ini?

“Jadi, Chris udah berhasil mendapatkanmu?” tanya Andrew tiba-tiba.

Aku menatap Chris, tajam. Kutatap Andrew dan kulihat wajahnya menunggu jawabanku.

Shut up, Drew.” Chris menyenggol lengan Andrew.

Mereka saling tertawa dan mulai melempar cela-celaan. Aku ikut tertawa namun pikiranku sedang menelaah arti perkataan Andrew. Jadi, Andrew selama ini tahu kalau Chris mengejarku. Aku pasti tampak sangat memalukan di depan Andrew, setelah menciumnya aku jalan dengan adiknya. Ini tidak boleh terjadi.

________________________________________________

xoxo,

No comments: