Saturday, March 9, 2013

Until We Meet Again (Part 2)


Malam itu datang, my big night, aku akan mempresentasikan program kerja yang sudah disepakati bersama oleh tim dari UNICEF Indonesia, di depan perwakilan masing-masing negara peserta, disertai dengan dinner formal. Grand ballroom Hotel Mulia tampak cukup penuh dengan meja-meja yang disusun setengah melingkar menghadap ke panggung.Little black dress sudah melekat di tubuhku dan aku cukup percaya diri dengan penampilanku saat ini. Please don't make me fall in stage, please don't make me fall in stage.

"So, as soon as we see that this shelter care program worked in several areas in Indonesia, we know that this program could be a breakthrough for the unlucky children here. Of course, we still need some improvements especially on recruitment area, but we already opened an online submission and thank to God, there are still lot of people here who still care about these children's future." Presentasi memasuki bagian penutup yang kemudian dilanjutkan dengan video kegiatan shelter care yang sudah berjalan selama 6 bulan ini. Para delegasi tampak mengangguk dan kemudian memberikan tepuk tangan meriah setelah berakhirnya video itu.

Acara dilanjutkan dengan makan malam disertai dengan iringan musik klasik di panggung. Uhuk!! Aku tersedak ketika aku melihat ke arah panggung. For heaven's sake, that man in black tuxedo, the man who blows the saxophone, it's him! Mason. It's been 3 months already and we haven't had any contact after. Dia hanya mengirimkan SMS sekali, memberi tahu bahwa Charlie sudah keluar dari bengkel. And that's all. I have no intention to continue our conversation.

 

Aku sedang menunggu lift ketika kurasakan ada tangan yang menepuk bahuku. Oh, that's the charming guy.

"Hei Casey, that was quite a stunning performance there," katanya sambil menyeringai.

"Well, thanks." kataku tersipu malu. Aku bisa merasakan pipiku sedikit memerah. Pintu lift terbuka tapi aku masih sibuk dengan beberapa khayalan di pikiranku.

"You coming?" Mason memegang tanganku sebentar sebelum dirinya memasuki lift. Aku tersentak kaget dan kemudian ikut memasuki lift, tepat berdiri di depannya. Lift cukup penuh mengingat beberapa delegasi juga berniat naik ke lantai atas. Aku bisa merasakan hawa tubuhnya di belakangku, kami benar-benar dekat, beberapa kali punggungku menyentuh bagian dadanya. Di lantai 3 lift terbuka kembali dan aku semakin terdesak ke arahnya. Kali ini sudah tidak ada jarak di antara kami. Tangannya menyentuh bahuku, menjaga agar aku tetap tegak berdiri. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku dialiri listrik, 'it's been long time since I felt this way', kataku dalam hati. Tanpa kusadari tiba-tiba sebelah tangannya yang menganggur menggenggam tanganku yang terjatuh di samping tubuhku. Aku tidak bergerak, juga tidak balas menggenggamnya. Tangan yang besar itu hangat menggenggam tanganku. Aku tidak bisa bernapas, perjalanan menuju ke lantai 20 benar-benar terasa lama dengan adanya Mason di belakangku. Akhirnya lampu lantai 20 menyala dan kami berdua pun keluar dari lift. Aku mengambil barang-barang di kamar 2009. Baru kusadarai bahwa Mason menungguku di luar kamar. Bahkan dari tadi aku tidak menyadari kalau dia mengikutiku.

"Mason? I thought you going somewhere," kataku terbata-bata. Aku tidak bisa menatap wajahnya karena pasti wajah ini akan langsung memerah melihatnya. This is crazy, I feel like a teenager again.

"Nope, I was waiting for you." I can't help not to stare at him and I find him smiling at me.

"Jadi kamu bukan mau mengambil sesuatu di lantai ini?"

"No, I saw you at the lift, and I decided to follow you up here." What the?! I'm kinda shock but I hold my face steady. "Here, let me help you with that stuff." Mason pun mengambil barang-barang dari tanganku dan berjalan kembali menuju lift.

Kali ini hanya ada kami berdua di lift. Kami berdua berdiri di ujung belakang lift, saling berpandangan, namun tidak ada kata-kata yang meluncur dari mulutku. I'm just speechless.

"What?" akhirnya aku memberanikan diri membuka suara. "Why are you staring at me like that?" Mason tertawa, benar-benar tertawa kali ini. "And now you're laughing at me!" aku memukul kecil lengannya.

"I find you really are interesting, and I can't believe I'll meet you again. Here." Jeez, I'm speechless again, still staring at his handsome face. "How did you get here?"

"With my friend, Rosie." jawabku singkat.

"I guess you wanna tell her you're not coming back with her. I'll take you home." Aku mengangguk.

Suasana sedikit mencair di dalam mobil. Mason menceritakan tentang pekerjaannya dan karirnya di musik klasik, dan aku bercerita soal pekerjaanku. Kami sampai di lobi apartemenku dan kejadian itu berlangsung begitu cepat. He kissed me, and I kissed him back. And every tension in my body just gone.

 

∞ ∞

No comments: