Saturday, March 9, 2013

Until We Meet Again (Part 3-end)

We hanged-out, we talked, we kissed, and that's all we do last couple weeks. I was head over heels falling for him, and I had no courage to ask him about his girlfriend, although he told me their story. Until one day in my apartment, he made a pass at me, trying to move to the third base.

"I can't, I can't." Aku menepis tangannya yang sedang berada di bawah bajuku. Mason terdiam dan kembali ke posisi duduknya. "I know it was wrong from the first time. I can't be with someone who has a girlfriend, Mason."

"But I have no love for her anymore. It's just a matter of time until she's back here. You know I've fallen for you."

"It's not that easy, Mason. I don't want to be the reason you broke up with her. Aku nggak mau merusak hubungan orang. Walaupun mungkin ini udah sedikit terlambat. Tapi ini lebih baik sebelum kita melangkah kejauhan."

"No, no, you're not." Mason memegang pipiku dengan kedua tangannya dan meraihku ke dalam dekapannya. Aku berada dalam pelukannya, lengannya yang besar, yang sudah merawatku dengan baik selama beberapa minggu terakhir. "Don't ever think it that way, Cas. It's all my fault. Aku yang udah janji sama diri sendiri bahwa aku akan membicarakan hubunganku sama Tere, tapi dia selalu sibuk keluar negeri dan aku gak pernah ada kesempatan untuk membicarakan hubungan kita secara langsung. Dan aku juga nggak pernah nyangka kita akan ketemu di acara UNICEF itu. And this is all just happening, this is the real thing Casey." Mason mencium kepalaku dan ini membuatku semakin berat untuk melepaskannya.

"I feel it too, okay. But I just can't continue doing this. I feel guilty all the time. I think this is a goodbye for us." Mason menatapku tajam, namun tetap diam. "I'll be in Austria next week, I'll be there for 2 weeks. Aku rasa itu waktu yang cukup untuk kamu meluruskan semuanya." Aku menatap dalam-dalam matanya, kemudian membelai rambutnya. Kuletakkan bibirku di bibirnya, hangat dan basah, dan lidah kami pun saling menyesuaikan ritmenya. Aku tidak menyadari bahwa air mata menetes di sudut mataku. Cepat-cepat kuhapus dan kusudahi sesi ciuman terakhir ini. "Until we meet again."Aku tersenyum dan Mason mencium kembali keningku, kemudian dia pergi.

 

∞ ∞ ∞

Until We Meet Again (Part 2)


Malam itu datang, my big night, aku akan mempresentasikan program kerja yang sudah disepakati bersama oleh tim dari UNICEF Indonesia, di depan perwakilan masing-masing negara peserta, disertai dengan dinner formal. Grand ballroom Hotel Mulia tampak cukup penuh dengan meja-meja yang disusun setengah melingkar menghadap ke panggung.Little black dress sudah melekat di tubuhku dan aku cukup percaya diri dengan penampilanku saat ini. Please don't make me fall in stage, please don't make me fall in stage.

"So, as soon as we see that this shelter care program worked in several areas in Indonesia, we know that this program could be a breakthrough for the unlucky children here. Of course, we still need some improvements especially on recruitment area, but we already opened an online submission and thank to God, there are still lot of people here who still care about these children's future." Presentasi memasuki bagian penutup yang kemudian dilanjutkan dengan video kegiatan shelter care yang sudah berjalan selama 6 bulan ini. Para delegasi tampak mengangguk dan kemudian memberikan tepuk tangan meriah setelah berakhirnya video itu.

Acara dilanjutkan dengan makan malam disertai dengan iringan musik klasik di panggung. Uhuk!! Aku tersedak ketika aku melihat ke arah panggung. For heaven's sake, that man in black tuxedo, the man who blows the saxophone, it's him! Mason. It's been 3 months already and we haven't had any contact after. Dia hanya mengirimkan SMS sekali, memberi tahu bahwa Charlie sudah keluar dari bengkel. And that's all. I have no intention to continue our conversation.

 

Aku sedang menunggu lift ketika kurasakan ada tangan yang menepuk bahuku. Oh, that's the charming guy.

"Hei Casey, that was quite a stunning performance there," katanya sambil menyeringai.

"Well, thanks." kataku tersipu malu. Aku bisa merasakan pipiku sedikit memerah. Pintu lift terbuka tapi aku masih sibuk dengan beberapa khayalan di pikiranku.

"You coming?" Mason memegang tanganku sebentar sebelum dirinya memasuki lift. Aku tersentak kaget dan kemudian ikut memasuki lift, tepat berdiri di depannya. Lift cukup penuh mengingat beberapa delegasi juga berniat naik ke lantai atas. Aku bisa merasakan hawa tubuhnya di belakangku, kami benar-benar dekat, beberapa kali punggungku menyentuh bagian dadanya. Di lantai 3 lift terbuka kembali dan aku semakin terdesak ke arahnya. Kali ini sudah tidak ada jarak di antara kami. Tangannya menyentuh bahuku, menjaga agar aku tetap tegak berdiri. Aku bisa merasakan seluruh tubuhku dialiri listrik, 'it's been long time since I felt this way', kataku dalam hati. Tanpa kusadari tiba-tiba sebelah tangannya yang menganggur menggenggam tanganku yang terjatuh di samping tubuhku. Aku tidak bergerak, juga tidak balas menggenggamnya. Tangan yang besar itu hangat menggenggam tanganku. Aku tidak bisa bernapas, perjalanan menuju ke lantai 20 benar-benar terasa lama dengan adanya Mason di belakangku. Akhirnya lampu lantai 20 menyala dan kami berdua pun keluar dari lift. Aku mengambil barang-barang di kamar 2009. Baru kusadarai bahwa Mason menungguku di luar kamar. Bahkan dari tadi aku tidak menyadari kalau dia mengikutiku.

"Mason? I thought you going somewhere," kataku terbata-bata. Aku tidak bisa menatap wajahnya karena pasti wajah ini akan langsung memerah melihatnya. This is crazy, I feel like a teenager again.

"Nope, I was waiting for you." I can't help not to stare at him and I find him smiling at me.

"Jadi kamu bukan mau mengambil sesuatu di lantai ini?"

"No, I saw you at the lift, and I decided to follow you up here." What the?! I'm kinda shock but I hold my face steady. "Here, let me help you with that stuff." Mason pun mengambil barang-barang dari tanganku dan berjalan kembali menuju lift.

Kali ini hanya ada kami berdua di lift. Kami berdua berdiri di ujung belakang lift, saling berpandangan, namun tidak ada kata-kata yang meluncur dari mulutku. I'm just speechless.

"What?" akhirnya aku memberanikan diri membuka suara. "Why are you staring at me like that?" Mason tertawa, benar-benar tertawa kali ini. "And now you're laughing at me!" aku memukul kecil lengannya.

"I find you really are interesting, and I can't believe I'll meet you again. Here." Jeez, I'm speechless again, still staring at his handsome face. "How did you get here?"

"With my friend, Rosie." jawabku singkat.

"I guess you wanna tell her you're not coming back with her. I'll take you home." Aku mengangguk.

Suasana sedikit mencair di dalam mobil. Mason menceritakan tentang pekerjaannya dan karirnya di musik klasik, dan aku bercerita soal pekerjaanku. Kami sampai di lobi apartemenku dan kejadian itu berlangsung begitu cepat. He kissed me, and I kissed him back. And every tension in my body just gone.

 

∞ ∞

Until We Meet Again (Part 1)

Brakkk!!

"Mati aku", kataku dalam hati. Di depanku ada sebuah mobil sedan yang sedang berhenti dan dengan bodohnya aku baru saja menabrak bagian belakangnya. Aku menarik perseneling ke arah R dan aku melihat penyok di bemper belakang si sedan. Pemilik mobil itu keluar dari mobilnya dan menghampiriku dengan pandangan marah. Pria, 30 something, and good shape of body. Aku pun segera beranjak keluar dari mobil.

"Oh geez, I'm so sorry. It's my fault. Let me take care of your repair cost." Si pria tidak sempat berkata-kata. Dan oke, dari jarak dekat ternyata dia sangat menarik.

"It's okay, but you need to be more careful next time", suaranya berat tapi tenang.

"Maaf ya, aku benar-benar ceroboh. I'll take full responsible of your car, okay? Anyway, I'm Casey",kataku mengulurkan tangan. Si pria menjawab uluran tanganku dan memperkenalkan diri. His name is Mason. "Well, I need your number. Tapi sekarang aku lagi gak bawa handphone atau kartu nama, so please write it here." Aku menyerahkan kertas dan bolpen ke tangannya. "Thanks, I'll call you soon." Aku pun bergegas masuk ke mobil dan meninggalkan TKP.

Seminggu berlalu setelah kejadian itu dan aku benar-benar lupa akan peristiwa tabrakan di hari itu. Secara tak sengaja aku melihat mobil penyok di jalan dan aku baru teringat kembali. Aku pun menelepon Mason sepulang kantor.

"Hallo? Mason ya?"

"Yup, siapa ini?"

"Hey sorry, aku baru bisa telepon kamu sekarang. Ini Casey, the one who broke your car last week."

"Oh, hi, I thought you forgot about me."

"Sorry, it's not that I forgot. Can we meet up? I need to see you ASAP, before this guilty feeling killing me. Haha."

"Well, okay. Where?"

"PI aja deh. Aku udah deket. Uhm, let's meet up at Starbucks."

"Okay."

Singkat cerita, kami bertemu di Starbucks, dilanjutkan dengan dinner, beserta seluruh percakapan konyol malam itu.

 

"It's nice to see you, Cas." Mason tersenyum hangat sambil mengulurkan tangannya. Aku pun menyambutnya. Dan ringtone Moves Like Jagger tiba-tiba berkumandang. Oh, that's his.

"Hey beb, aku lagi di PI ketemu temen. Yep, I'll be there shortly. I know. Okay, bye." Mason menutup teleponnya. "Sorry, that's my gf," wajahnya tersenyum, tetap tenang.

Damn it! He has a girlfriend! I scream inside my heart. I found this attractive man out of nowhere but he's taken already. That's such a bad luck. Errrr….

"Yaudah, sana buru-buru gih… Mason, I hope Charlie is fine." FYI, Charlie is the name of his car.

"Don't worry. Thank you. Til I see you again."

 

∞ ∞ 

Ma ma Ho ho

I believe God creates us different and unique from each other. Question is : does God create a homophobic? Or is it just a life style?

I dont think the homophobic is disgusting or something, cuma aku selalu nggak habis pikir aja kenapa mereka bisa kaya gitu. Dari mana asalnya? Trauma masa lalu kah? Gagal dalam percintaan dgn lawan jenis? Atau apa? I do believe in God dan menurutku ga mungkin Tuhan menciptakan seseorang yg ditakdirkan homo. This is still a big question of mine..

Ada lagi istilah transgender, dimana manusia bisa berasa seperti terjebak di tubuh yg salah dan mereka sangat yakin sampai2 merubah penampilan hingga kelaminnya. Bukan berubah jd bencong tapi bener2 berubah kelaminnya! Dan aku masih tetep ga habis pikir dari mana asal muasal semua ini??

Aku pernah denger bahwa sebenernya semua orang tanpa kecuali bisa memiliki jiwa homophobic, that's why people can also be a bisex, cuma ga semua orang membibitkan jiwa yg salah itu dalam dirinya. Ya mungkin itu tadi, ada peristiwa2 yg shocking yg jadi pemacu jiwa homo itu untuk muncul ke permukaan.

Tambah lama dunia tambah kebolak balik, para gay itu udah ga malu2 lagi buat go public. Apalagi di jakarta kaya gini, udah super explisit. Mending kalo gay tuh gentle2 atau gimana ya, ini kebanyakan menye2 melambai cyin! Pegang2an tangan, jalan megol2, ngomong menye2, for God's sake you are still men! Ini untuk gay pria. Gay cewek juga banyak kali ya, cuma kita lebih jarang ngeliat aja.. Padahal tanda2nya mah udah jelas banget, asal dia berpotongan cowo dan udah full pake baju plus bergaya cowo, udah hampir 90% ni orang lesbong.

These whole gayish things are just unacceptable for my conscious mind and soul but it's really inevitable in this day. Satu pertanyaan penting : sebenernya mereka mau gak sih kembali jadi normal??

Percaya gak sih kalo bisa ada gay yg terus sembuh jadi normal? Normal beneran dan bukan pencitraan ya, krn kita tahu banget kalo cowo gay itu bisa pencitraan dan bisa tetep married dan beranak bareng cewek. Banyak loh gay2 yg punya anak dari istrinya tapi akhirnya memutuskan utk being gay. Ada juga yg memilih punya surrogated baby. Aneh2 lah…

Sayangnya pria2 gay kebanyakan ganteng! Ganteng pake banget! Hahaha.. Sekarang kalo ada pria ganteng yg tampilannya necis dan bersih, trs jalan dengan segerombolan pria lain, itu langsung patut dipertanyakan! Hahaha.. Kalo menurut seorang temen yg straight, males banget kali kalo hrs ngumpul bareng sama gay. Tapi on the other hand aku juga punya temen straight yg memiliki beberapa temen gay, atau jangan2 dia mulai ikut2an being gay?!? Oh noooo… Hahaha..

Pantes yah wanita2 jaman sekarang banyak juga yg belom punya pacar, including me! Gimana dong stok cowo berkurang, cowo kalo nggak penjahat kelamin ya gay! Well well…. This world is getting insane! Hope you dont follow that trend!


.xx.

Rich Dad Poor Dad

Okay, before you get bored, i wanna tell you that this post will not related with the same-titled book. Hahahaha…

Aku cuma mau menuliskan beberapa opini, dan mungkin seputar keberuntungan dan ketidakberuntungan. Bukan ketidakberuntungan sih, tapi ketidakadilan dunia. Hahaha, sama aja sih sebenernya..

Jujur, sebenernya aku cukup jealous dgn orang2 kaya yg hidupnya seneng2 mulu. I know that jealousy is the most evil crime after arrogance, but you know kadang aku pingin banget bisa buang2 duit kayak mereka, kayak gak dipikir gitu. Beberapa orang bertanggung jawab atas seluruh kemakmuran itu, sementara beberapa orang gak wise menggunakannya jadi kesannya kayak wasted gitu. Let's say, for me money is really matter. Money cant buy happiness, but can buy lot of things that make us happy. Itu faktanya. Ga usah munafik deh. I'll be really happy if i can buy all the things i want, that bag, this shoes, those clother, the jewelery, trip to every destination i want. It's gonna be awesomeeee!!

Nah sebenernya semua ini kembali ke parents masing2 sih, beberapa orang tua gak seroyal itu juga sama anak2nya, mereka tetap juga menyuruh anak2nya untuk bekerja keras. As for me, dari kecil aku ga pernah diberi harta bergelimpahan. Mau minta sesuatu aja harus ngerengek2 banget. Dan tetep ga semua yg aku inginkan bisa aku miliki. Barang2 branded memanggil manggil, tapi tetep aja gak ada yg kebeli. Trip sekeluarga paling jauh cuma ke Bali dan Lombok. Baru pertama kali keluar negeri di tahun 2010, di saat aku udah berumur 22 tahun. But i'm thankful to that condition. Dan aku menyadari kalo aku emang gak berasal dari keluarga kaya, tapi susah juga sih nerima kenyataan kalo kita gak sekaya itu. Apalagi kalo kita berada di komunitas orang2 kaya. Untungnya aku punya temen2 yg sangat baik, gak sombong, bahkan royal banget. Yang paling sedih adalah ketika aku belum bisa mewujudkan mimpi kuliah di luar negeri, bahkan mau coba keluar kota aja ga bisa. My mom could only pay my tuition if i stayed at my hometown. Bahkan biaya kuliah waktu itu dibantu juga sama tante. =(  Sedangkan beberapa orang yg bisa kuliah di luar negeri menyia-nyiakan kesempatan itu, kuliah gak diselesaiin. Life is just unfair.

You know, there are some of my friends that are really lucky. Kuliah di London, Aussie, atau keluar negeri setiap liburan. Gonta ganti gadget terus, keluar kota setiap minggu, beli baju setiap minggu, ke salon selalu. Dan mereka gak perlu kerja keras untuk itu semua! Sering aku berpikir, kayaknya dia nggak kerja, dari mana dia bisa dapet barang2 mahal itu, tas 15 juta, sepatu seminggu 1 yg harga satuannya misal 800 ribu, dan laen2nya. Mereka nggak kerja, for heaven's sake!! Dari mana sih semua uang2 itu, ortu atau pacar? Hahaha, aku kerja dan aku gak bisa beli barang2 branded kayak mereka yg ga kerja. Yeah, jealousy, my bad… Ada juga kasus lain misalnya dalam hal cari pekerjaan. Punya orang tua yg memiliki pengaruh juga bisa mendatangkan suatu keuntungan. Either kalo dia punya perusahaan, atau dia mengenalkan kita ke perusahaan temennya. Kalau ortu punya perusahaan, otomatis salah satu anak bakalan mewarisi, apalagi kalo udah perusahaan gede yg tinggal running doank. Untuk yg bekerja di perusahaan temen ortu atau keluarga sendiri, mereka ga perlu test, bisa mendapatkan posisi yg lebih tinggi tanpa perlu melewati tahapan yg normal, dan otomatis pasti mendapat gaji yg lebih besar. Pokoknya banyak kemudahan yg didapat dalam hal pekerjaan, tinggal apakah mereka mampu perform atau nggak. Malu juga kan yah kalo udah direcommend sama kolega tapi ternyata otaknya kosong.

Well, beberapa orang lahir dgn best privileges, which is their wealthy parents, sementara yg lain hidup dalam kondisi sangat tidak beruntung. Pada akhirnya semua dilihat dari bagaimana kita memandang hidup kita sendiri. Manusia tidak akan pernah puas, that's so true. Orang orang kaya tidak semuanya juga merasa bahagia. Everybody has their own problems. Yang penting adalah kita bisa terus bersyukur pada apa yg ada di depan kita, maka seluruh rasa jealous kita ataupun pikiran2 iri itu tidak akan ada, dan hati akan terus full of joy juga. Right??:)

"The happiest people don't have the best of everything, they just make the best of everything they have."


.xx.